9
November 2013, sebuah tanggal masehi yang menjadi begitu penting bagiku. Karena
ia mampu menggali terlalu dalam rasa yang harus ada.
“Alhamdulillah...
sampai juga...” ucapku ketika sampai di rumah om ku seusai berkeliling menuruti
hasrat Ayahanda untuk memborong durian dan qadarallah kami benar-benar
jalan-jalan. Taluk kuantan (daerah trans) hingga Lubuk Jambi bukanlah jarak
yang dekat. oleh sebab musim yang dikehendaki baru menduduki wilayah ini, maka
si Supir yang merupakan sepupuku (Ditho) berinisiatif mengejarnya kemari.
“wah,
baru pulang. Emang nyarinya dimana?” sahut Bulek Is
“jauh
Lek, Lubung Jambi nih mainnya”
“byuh..
byuh... wis entuk wis marem?”
“hahaha...
tau tu Bapak. Eh, mas ngapain kesini? Bau Durian aja Cepet!!” celetukku pada
mas Dhani yang bener-bener pas datangnya ketika mobil kami sampai dan dibalas
dengan ketawanya yang khas
3
kardus durian pun diturunkan, pisau disiapkan, saudara semua di kumpulkan. Ya..
semua berkumpul di teras samping rumah Om Agus. Adik bungsu Ibuku. Setelah
semua berkumpul, terjadilah sudah sebuah pesta durian kecil disini. Generasi
kedua tengah sibuk membuka durian satu persatu, sedang generasi ketiga sibuk
pula berebut durian mana yang paling mantap. Sementara generasi pertama
(kakekku) hanya tersenyum disisi teras, karena beliau tidak terlalu berminat
dengan objek pesta kami.
Aku
masuk ke dalam untuk mengambil air minum dan HP. Tak lama ku keluar, langsung
saja ku abadikan moment ini di Phoneku. Ah.. *Cees!! Ada yang basah jatuh
menetes, tapi bukan hujan. Ini, di dalam hati. Seperti ada yang banjir. Mata
rasanya tak tahan untuk menahan eluh, but in this moment, oh i won’t broke it. Setiap tawa yang ada aku
simpan. Lebih dari sebuah jepretan, aku menyimpannya di sini, di bathinku yang dulu pernah menjerit. Kini terpuaskan
sudah dahaganya, ya detik ini
Sungguh
aku bersyukur atas moment luar biasa ini, tau kenapa? Karena aku sendiri lupa
kapan terakhir kami berbagi canda tawa dan cerita antar anggota keluarga. Terlalu
banyak kepahitan di 8 tahun terakhir. Waktu yang terlalu lama untuk kekecewaan,
salah paham, dendam dan kealphaan. Bila ditanya salah siapa? Entahlah.. tiada
yang salah atau bahkan semua salah.
3
Tahun pertama, ada kekecewaan, pengkhianatan, dan dusta yang mungkin masih
dapat termaafkan, tapi keras kepala dan ego itu rasanya terlalu keras untuk
sebuah kemakluman dan kemaafan. Apatahlagi untuk sebuah penyesalan.
4
Tahun Kedua, qadarallah Allah pinjamkan kepada keluarga kami seorang insan yang
benar-benar menguji kami. Wajah dua dan pengadu domba sudah cukup menjadi bahan
bakar tungku api penghancuran keluarga kecil ini. Tau apa jadinya? Berbagai
perang terjadi disini, jangan terlalu seram membayangkan, yang menjadi korban
bukan piring, bata, kuali atau benda-benda melayang lainnya. Melainkan HATI. Cukup
sudah hancurnya tak terperi. Hingga sampai pada masa klimaknya, Alhamdulillah
dengan kehendak Allah, di bukakan satu-satu pintu kebaikan, ditutup pintu
kesempatan pada keburukan, dan Allah pula yang Maha mengetuk dan melembutkan
hati-hati manusia. Ya, tiba satu masa Allah buka semua, secara nyata dan
benar-benar kemenangan atas Haq.
Dan
kini, Alhamdulillah. Kembali sudah santun dan tulus itu. Terpaut sudah
hati-hati yang tengah memulihkan jiwanya sendiri. Ku lihat dengan jelas
keanggunan persaudaraan ini. Cinta yang berbeda dari sebelumnya. Mungkin karena
kerasnya ia di tempa. Hingga kini yang hadir adalah sebingkisan elok nan cantik
kasih yang putih.
Maafkan
aku Allah, maafkan aku yang pernah jahat bertanya padamu. Mengapa harus begini? cengeng sekali aku. mengaku sakit atas apa yang terjadi. Kini aku paham dengan sangat paham in shaa Allah. Harusnya yang aku pinta hanyalah
kesabaran. Karena sekecil apapun hal yang terjadi, ia adalah hadiah darimu. Ya,
hadiah berupa hikmah didalamnya. Kau mampu mengemas apik segalanya. Allahu aku
malu. Sungguh malu ketika semuanya tlah kau terangkan saat ini. Seperti anak
kecil saja aku yang slalu minta disuapi. Allah sayang, terimakasih atas
pendewasaan bersama masa-masaMu.
Seperti
banyak yang dikatakan orang, jangan katakan “Ya Allah, besar sekali masalahku, tapi
katakanlah “wahai masalah, aku punya Allah yang Maha Besar”. Kau tak perlu
mengukur seberat apa cobaan hidup ini. Karena selagi kau hidup selagi itu kau
memiliki hak atas masalah, tapi semua udah di porsikan sesuai kapasitas
ketangguhan jiwamu, coba aja lihat yang sudah-sudah. Semua selesai bukan? Walau
dengan cerita, cara, dan hikmah yang berbeda. Karena Allah selalu punya kalimat
cinta yang ingin disampaikan pada kita. Ya., semua masalah akan selesai, kau
tunggu waktunya, ikhtiar menyelesaikannya, doa itu utama. JELAS! In shaa Allah.
Pautkan saja hatimu selalu pada Sang Pemilik segalanya. Karena kita boleh saja
curiga bahwa sebenarnya masalah yang hinggap itu hanyalah colekan atau sentilan
Allah yang tengah rindu dengan cinta kita, yang barangkali sempat kita
bagi-bagi. So, don’t give up yah.
Allah
yang Maha Rahim, Aku meminta kasih sayang, rahmat, perlindungan dan cinta
kasihMu untuk keluargaku, karena aku tahu Kau Maha Cinta dan Pemurah. Hanya kepadaMu
ya Allah tempat segala asa bermuara. Dan bila dikemudian hari, jiwa-jiwa kami
tengah lemah dalam harap pada KeagunganMu, genggamlah ia ya Rabbi. Mohon untuk
penjagaan pada ruh-ruh yang rapuh ini.
Untuk
yang tersayang, Keluarga Besar Ibuku
Audina Azkiya
@__ Saung Teduh Penuh Asa
12 Muharram 1435 H / 16 November 2013
0 komentar:
Posting Komentar