Sabtu, 16 November 2013

Syukur Kecilku, atas Nikmat besarMu ya Rabb Yang Maha Besar


9 November 2013, sebuah tanggal masehi yang menjadi begitu penting bagiku. Karena ia mampu menggali terlalu dalam rasa yang harus ada. 

“Alhamdulillah... sampai juga...” ucapku ketika sampai di rumah om ku seusai berkeliling menuruti hasrat Ayahanda untuk memborong durian dan qadarallah kami benar-benar jalan-jalan. Taluk kuantan (daerah trans) hingga Lubuk Jambi bukanlah jarak yang dekat. oleh sebab musim yang dikehendaki baru menduduki wilayah ini, maka si Supir yang merupakan sepupuku (Ditho) berinisiatif mengejarnya kemari.
“wah, baru pulang. Emang nyarinya dimana?” sahut Bulek Is
“jauh Lek, Lubung Jambi nih mainnya”
“byuh.. byuh... wis entuk wis marem?”
“hahaha... tau tu Bapak. Eh, mas ngapain kesini? Bau Durian aja Cepet!!” celetukku pada mas Dhani yang bener-bener pas datangnya ketika mobil kami sampai dan dibalas dengan ketawanya yang khas

3 kardus durian pun diturunkan, pisau disiapkan, saudara semua di kumpulkan. Ya.. semua berkumpul di teras samping rumah Om Agus. Adik bungsu Ibuku. Setelah semua berkumpul, terjadilah sudah sebuah pesta durian kecil disini. Generasi kedua tengah sibuk membuka durian satu persatu, sedang generasi ketiga sibuk pula berebut durian mana yang paling mantap. Sementara generasi pertama (kakekku) hanya tersenyum disisi teras, karena beliau tidak terlalu berminat dengan objek pesta kami.

Aku masuk ke dalam untuk mengambil air minum dan HP. Tak lama ku keluar, langsung saja ku abadikan moment ini di Phoneku. Ah.. *Cees!! Ada yang basah jatuh menetes, tapi bukan hujan. Ini, di dalam hati. Seperti ada yang banjir. Mata rasanya tak tahan untuk menahan eluh, but in this moment, oh  i won’t broke it. Setiap tawa yang ada aku simpan. Lebih dari sebuah jepretan, aku menyimpannya di sini,  di bathinku yang dulu pernah menjerit. Kini terpuaskan sudah dahaganya, ya detik ini

Sungguh aku bersyukur atas moment luar biasa ini, tau kenapa? Karena aku sendiri lupa kapan terakhir kami berbagi canda tawa dan cerita antar anggota keluarga. Terlalu banyak kepahitan di 8 tahun terakhir. Waktu yang terlalu lama untuk kekecewaan, salah paham, dendam dan kealphaan. Bila ditanya salah siapa? Entahlah.. tiada yang salah atau bahkan semua salah.

3 Tahun pertama, ada kekecewaan, pengkhianatan, dan dusta yang mungkin masih dapat termaafkan, tapi keras kepala dan ego itu rasanya terlalu keras untuk sebuah kemakluman dan kemaafan. Apatahlagi untuk sebuah penyesalan.

4 Tahun Kedua, qadarallah Allah pinjamkan kepada keluarga kami seorang insan yang benar-benar menguji kami. Wajah dua dan pengadu domba sudah cukup menjadi bahan bakar tungku api penghancuran keluarga kecil ini. Tau apa jadinya? Berbagai perang terjadi disini, jangan terlalu seram membayangkan, yang menjadi korban bukan piring, bata, kuali atau benda-benda melayang lainnya. Melainkan HATI. Cukup sudah hancurnya tak terperi. Hingga sampai pada masa klimaknya, Alhamdulillah dengan kehendak Allah, di bukakan satu-satu pintu kebaikan, ditutup pintu kesempatan pada keburukan, dan Allah pula yang Maha mengetuk dan melembutkan hati-hati manusia. Ya, tiba satu masa Allah buka semua, secara nyata dan benar-benar kemenangan atas Haq.

Dan kini, Alhamdulillah. Kembali sudah santun dan tulus itu. Terpaut sudah hati-hati yang tengah memulihkan jiwanya sendiri. Ku lihat dengan jelas keanggunan persaudaraan ini. Cinta yang berbeda dari sebelumnya. Mungkin karena kerasnya ia di tempa. Hingga kini yang hadir adalah sebingkisan elok nan cantik kasih yang putih.

Maafkan aku Allah, maafkan aku yang pernah jahat bertanya padamu. Mengapa harus begini? cengeng sekali aku. mengaku sakit atas apa yang terjadi. Kini aku paham dengan sangat paham in shaa Allah. Harusnya yang aku pinta hanyalah kesabaran. Karena sekecil apapun hal yang terjadi, ia adalah hadiah darimu. Ya, hadiah berupa hikmah didalamnya. Kau mampu mengemas apik segalanya. Allahu aku malu. Sungguh malu ketika semuanya tlah kau terangkan saat ini. Seperti anak kecil saja aku yang slalu minta disuapi. Allah sayang, terimakasih atas pendewasaan bersama masa-masaMu.

Seperti banyak yang dikatakan orang, jangan katakan  “Ya Allah, besar sekali masalahku, tapi katakanlah “wahai masalah, aku punya Allah yang Maha Besar”. Kau tak perlu mengukur seberat apa cobaan hidup ini. Karena selagi kau hidup selagi itu kau memiliki hak atas masalah, tapi semua udah di porsikan sesuai kapasitas ketangguhan jiwamu, coba aja lihat yang sudah-sudah. Semua selesai bukan? Walau dengan cerita, cara, dan hikmah yang berbeda. Karena Allah selalu punya kalimat cinta yang ingin disampaikan pada kita. Ya., semua masalah akan selesai, kau tunggu waktunya, ikhtiar menyelesaikannya, doa itu utama. JELAS! In shaa Allah. Pautkan saja hatimu selalu pada Sang Pemilik segalanya. Karena kita boleh saja curiga bahwa sebenarnya masalah yang hinggap itu hanyalah colekan atau sentilan Allah yang tengah rindu dengan cinta kita, yang barangkali sempat kita bagi-bagi. So, don’t give up yah.

Allah yang Maha Rahim, Aku meminta kasih sayang, rahmat, perlindungan dan cinta kasihMu untuk keluargaku, karena aku tahu Kau Maha Cinta dan Pemurah. Hanya kepadaMu ya Allah tempat segala asa bermuara. Dan bila dikemudian hari, jiwa-jiwa kami tengah lemah dalam harap pada KeagunganMu, genggamlah ia ya Rabbi. Mohon untuk penjagaan pada ruh-ruh yang rapuh ini.


Untuk yang tersayang, Keluarga Besar Ibuku
 Audina Azkiya
@__ Saung Teduh Penuh Asa
12 Muharram 1435 H / 16 November 2013


0 komentar:

 

Blog Template by YummyLolly.com - Header made with PS brushes by gvalkyrie.deviantart.com
Sponsored by Free Web Space